Kantor Bupati Morowali Didemo, Warga Minta Izin Tambang Batu Gamping Dicabut

SWARAQTA- Puluhan warga, mahasiswa dan Pemerintah Desa Loroue dan Geresa, Kecamatan Bungku Timur, Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) melakukan aksi penolakan rencana aktifitas pertambangan batu gamping.
Mereka tergabung dalam Front Masyarakat Geresa Laroue Bersatu, ingin bertemu pemerintah setempat melalui Bupati Morowali.
Asnan selaku Kepala Desa Geresa dalam orasinya menyampaikan, jika tanah leluhur ini, Geresa dan Laroue sedang dalam ancaman tambang, menyayangkan akan ada polusi-polusi akibat dari akan hadirnya pertambangan, sehingga mengajak saudara-saudara untuk bergandeng tangan mendorong para pemangku kepentingan segera mencabut izin tambang batu gamping dan izin pembuatan Jetty.
Aksi demo berlangsung hingga malam hari Selasa (27/2/2024), massa aksi bahkan menduduki kantor bupati hingga membangun tenda guna menunggu pihak Pemerintah Daerah Morowali agar menemui masa aksi.
Untuk diketahui bahwa rencana pertambangan batu gamping di dua desa itu tengah mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diantaranya PT. Graha Adidaya Makmur (Desa Laroue) dengan luasan 59.00 ha, PT. Gelar Mineral Abadi (Desa Laroue dan Geresa) seluas 99.00 ha, PT. Sulawesi Gamping Indonesia (Desa Geresa) seluas 48,90 ha, PT. Celebes Mineral Investama (Desa Laroue) seluas 45.50 ha, PT. Denmar Jaya Mandiri (Desa Laroue dan Geresa) seluas 97.98 ha .
Terkait hal itu, Aula Hakim Kepala Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulteng, bersolidaritas atas aksi yang dilakukan oleh masyarakat dari desa Geresa dan Laroue.
Pihaknya dengan tegas, menolak tambang tersebut harusnya didengar dan ditindaklanjuti oleh Pemda Morowali juga Pemerintah Provinsi Sulteng wajib untuk segera mencabut izin-izin tambang yang dimaksud peran Gubernur dan Dinas Penanaman Modal Satu Pintu Terpadu.
Menurutnya, ini menandakan bahwa, pemerintah tidak boleh secara terus menerus melakukan kebiasaan dengan mengkapling wilayah-wilayah masyarakat secara semena-mena, yang belum tentu masyarakat sepenuhnya menerima tambang.
“Kebiasaan buruk yang berdampak terhadap nasib masyarakat merupakan fakta bahwa pemerintah hanya mementingkan kepentingan bisnis semata, tanpa memikirkan beban serta dampak dikemudian hari,” ucapnya.
Padahal wilayah Morowali kata Aula Hakim, hampir seluruh kecamatannya telah dikepung oleh izin-izin tambang, mulai dari Kecamatan Bahodopi yang berdiri kawasan IMIP, juga di Kecamatan dua desa yakni Kecamatan Bungku Timur, yang tengah dikepung konsesi PT. VALE, sampai pada wilayah perbatasan Kabupaten Morowali dan Morowali Utara terdapat kawasan Indonesia Huabao Industrial Park, di Kecamatan Bungku Barat.
“Harusnya menjadi evaluasi secara total oleh pemerintah saat ini, jangan hanya mendorong penerbitan izin-izin tambang dan kawasan, terus lepas tangan dengan dampak yang akan terjadi dan yang sudah terjadi. Mendorong hadirnya IUP-IUP baru pada desa-desa yang belum ditambang sama halnya menghancurkan masa depan masyarakat yang ada desa,” pungkasnya.(RyN)