Walhi Sulteng : Anak Muda Pulihkan Sulteng Dari Krisis Iklim

SWARAQTA- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah bersama Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso, Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL), Lembaga Penguatan Masyarakat Sipil (LPMS) dan Desa Panjoka, Kecamatan Pamona Utara melakukan kegiatan festival wilayah kelola rakyat (WKR).
Festival ini melakukan diskusi Green Student Movement (GSM) di Desa Panjoka, Minggu (29/10/2023).
Diskusi tersebut mengangkat tema “Anak Muda Pulihkan Sulteng” serta menghadirkan 3 narasumber, yaitu Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng Wandi, Toko Pemuda Stevandi, dan Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso Widya Ningrum Achmad.
Kegiatan dihadiri 52 orang anak muda berasal dari desa-desa yang berada di Kecamatan Pamona Utara, serta tokoh-tokoh masyarakat dan kalangan umum lainnya seperti jurnalis dan media digital.
Wandi mengatakan, WALHI Sulteng dengan berbagai gempuran industri di Sulawesi Tengah mulai dari perkebunan sawit skala besar, pertambangan nikel, batubara, emas, Batu gamping, kawasan pangan nusantara (KPN), Bank tanah, PLTA, dan PLTU Captive sehingga berdampak terhadap keberlangsungan masyarakat di tapak.
Menurutnya, anak muda pihak menjadi strategis dalam mendorong keadilan ekologis dan keadilan iklim terhadap ancaman krisis ikilm, dampak dari krisis iklim degradasi lingkungan, bencana alam, kerawanan pangan, air, kerentanan konflik, gangguan ekonomi, dan cuaca ekstrim serta menganggu aktivitas orang muda.
Sementara Stevandi Tokoh Pemuda mengungkapkan, sekarang kondisi global tidak baik-baik saja. Bencana ekologis bisa diamati di mana-mana. Elnino adalah bukti nyata yang bisa kita rasa bagaimana kemarau yang panjang sekarang sudah memberikan dampak buruk bagi kehidupan, petani kesulitan bertani, rakyat kesulitan air bersih dan lain sebagainya.
Stevandi menyampaikan, bahwa belum lagi maraknya ketidakadilan terhadap perempuan, baik di ranah keluarga, ranah sosial, maupun di ranah lingkungan. Serta kita melihat bagaimana kedekatan hubungan relasi dan juga keterkaitan perempuan dan alam.
“Dimana kedua berjalan bersamaan atau seiringan sehingga pembebasan kedua pun harus dilakukan secara bersamaan,” ucapnya.
Widya Ningrum Achmad Solidaritas Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso dalam materinya menjelaskan, jika perempuan dan alam menjadi sebuah protes pada warisan budaya patriarki yang melandasi eksploitasi kepada lingkungan dan alam. Serta adanya kerusakan lingkungan sangat berdampak bagi keberlanjutan penghidupan perempuan.
Kata Widya, krisis iklim adalah ulah dari sifat serakah sebagai manusia yang hanya terus mengejar keuntungan dengan mengeksploitasi alam tanpa pernah berpikir masa depan dan kehidupan, ini adalah tanggung jawab termasuk anak muda.
“Kalau anak muda tidak berinisiatif dan berpastisipasi dalam penyelamatan lingkungan hidup maka kepunahan manusia tinggal menunggu waktu,” pungkasnya. (RyN)