Ritual Megilu, Masyarakat Adat Danau Poso Panggil Direktur Poso Energi Bertanggung Jawab

Poso, SWARAQTA– Ratusan warga perwakilan Masyarakat Adat Danau Poso (MADP) kembali melakukan ritual Megilu. Ini merupakan tradisi budaya Pamona Poso untuk menyampaikan persoalan yang sedang dihadapi masyarakat di pinggir Danau Poso kepada alam semesta.
Megilu Sabtu 11 Desember 2021, merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 November 2021.
MADP adalah kumpulan masyarakat adat dari seluruh desa-desa (21 desa/kelurahan) yang berada di pinggir Danau Poso, tersebar di 4 kecamatan yakni Pamona Puselemba, Pamona Barat, Pamona Selatan dan Pamona Tenggara. Dalam Megilu pertama, MADP bersepakat menjatuhkan sanksi adat atau Giwu Lemba kepada PT Poso Energi karena dinilai merusak alam dan budaya masyarakat di Danau Poso hingga Kompodongi. Perusahaan diberi waktu 8 hari untuk melaksanakan sanksi ini.
Menurut Berlin Modjanggo Tetua Adat Masyarakat Adat Danau Poso kepada media ini Minggu (12/11/21), sanksi adat yang dijatuhkan berupa 6 ekor kerbau. Jumlah 6 ekor ini mewakili anak suku Pamona yang ada disekitar Danau Poso. Selain 6 ekor kerbau, dalam Giwu Lemba ini, PT Poso Energi juga diminta menghentikan sementara pekerjaan reklamasi Kompodongi dan pengerukan sungai Poso serta mengembalikan siklus air Danau Poso ke situasi alaminya sehingga para petani yang sawah dan kebunnya terendam bisa kembali mengolah tanahnya.
Tapi hanya sehari setelah Giwu Lemba dijatuhkan, alat-alat berat perusahaan sudah kembali bekerja. MADP menilai ini adalah pelanggaran terhadap keputusan adat. Karena itu bersepakat memberikan peringatan kepada perusahaan. Namun 2 kali peringatan yang dilakukan tidak diindahkan meskipun kembali diberikan tambahan waktu 8 hari. Hal ini dianggap sebagai pengingkaran terhadap adat budaya masyarakat Poso yang ada di pinggir Danau Poso.
“Pembangunan PLTA Poso I di alur sungai Poso, desa Saojo kecamatan Pamona Utara telah menyebabkan naiknya permukaan Danau Poso hingga merendam sekitar 266 hektar sawah dan kebun warga. Menyebabkan terendamnya 150 hektar padang gembalaan tradisional masyarakat desa di kecamatan Pamona Tenggara sejak tahun 2020. Akibatnya, ratusan masyarakat kehilangan sumber penghidupan yang akan menyebabkan pemiskinan masyarakat di pinggir Danau Poso. Saat ini sudah banyak petani dan nelayan yang tidak bisa lagi membiayai pendidikan anak-anaknya,” ungkapnya.
Kata Berlin, selain menaikkan permukaan Danau Poso, di sungai Poso, dari outlet hingga ke desa Saojo sepanjang 12 kilometer dilakukan pengerukan. Hal ini menyebabkan Waya Masapi, alat penangkap sidat tradisional warga serta karamba harus dibongkar. Ini menyebabkan tradisi budaya masyarakat Danau Poso akan hilang. Sedangkan Penambang pasir tradisional kehilangan sumber pencaharian karena penambahan kedalaman sungai menyebabkan penambang sulit untuk mengambil pasir.
Berlin menyampaikan, kini Kompodongi terancam hilang karena area seluas kurang lebih 34 hektar itu direklamasi. Menjadi tempat pembuangan pasir hasil kerukan dasar sungai Poso. Perusahaan milik keluarga Jusuf Kalla ini berencana mengubah kawasan ini dengan membangun taman yang disebut Taman Konservasi. Padahal selain nilai sejarah dan budayanya yang tinggi, menurut para peneliti, kompodongi adalah wilayah pemijahan alami ikan-ikan yang nantinya menyebar di sungai dan Danau Poso.
Perjalanan Megilu kedua dilakukan dari dengan berjalan kaki dari Lapangan Pamona Puselemba menuju Kompodongi. Setiba di Kompodongi, para tetua adat menyampaikan kayori sebuah syair dalam bahasa Pamona untuk mengatakan akan masuk melakukan ritual adat. Masyarakat Adat Danau Poso menghadapi jejeran kepolisan Poso. Setelah negosiasi yang alot, masyarakat adat Danau Poso memasuki wilayah Kompodongi.
“Masyarakat Adat Danau Poso, menyampaikan tuntutan agar Direktur Utama Poso Energi langsung menemui Masyarakat Adat Danau Poso untuk mengurus sebuah persoalan yang ada, “pungkasnya.
Terkait hal itu, sebelumnya Pemerintah Daerah (Pemda) Poso telah membentuk tim mediasi untuk menyelesaikan konflik warga dan PT. Poso Energy.
Tim mediasi itu diketuai Wakil Bupati Yasin Mangun dan Wakil ketua dijabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Poso Yan Edwar Guluda serta melibatkan dinas terkait.
Kepada wartawan, Yan Guluda, mengatakan, jika pembentukan tim mediasi diharapkan bisa segera mengakhiri semua persoalan antar warga Danau Poso dengan pihak perusahaan PT. Poso Energy.
Laporan : RyanD